Ahmad
Teguh Iman, mahasiswa Jurusan Bahasa Sastra Inggris, Fakultas Adab dan
Humaniora (FAH), Universitas Islam Negeri Jakarta yang hilang sejak 6 juli lalu
belum ditemukan keberadaannya oleh aparat kepolisian. Pencarian Imam yang
diduga menjadi korban pencucian otak, telah dilakukan selama dua minggu.
Penyelidik
Kepolisian Sektor (Polsek) Ciputat, Kustam menyatakan pihaknya sulit menemukan
Iman, pasalnya data yang mereka miliki terbatas. “Kami juga kekurangan saksi
yang benar-benar tahu sosok Iman dan ada bersama Iman pada saat terakhir”
ujarnya, Rabu (1/8).
Kustam
menambahkan, tim-nya juga kesulitan mendapatkan keterangan dari teman-teman
Iman. Selain itu jangkauan wilayah yang terlalu luas juga menjadi salah satu
faktor yang menyulitkan pencarian.
Walau
begitu, hingga saat ini pihaknya masih terus mencari. Mereka mengaku usaha yang
dilakukan sudah semaksimal mungkin. “Bantuan alamat sudah kami sampaikan ke
masing-masing daerah. Tapi belum ada kabar. pemberitaan Iman juga sudah kami
publikasikan melalui media yang kami miliki, seperti mading dan radar polisi,”
ucap Kusman.
Kendati
demikian, polisi berharap semua elemen bisa membantu menemukan Iman agar memudahkan
proses pencarian. “Tidak hanya mengandalkan polisi saja, keluarga, mahasiswa
dan pihak kampus pun harus ikut membantu.”
Menanggapi
hal tersebut, Erin sebagai tante korban, berharap polisi segera menemukan Iman.
“Kami ingin Iman cepat kembali dengan kondisi yang baik dan tidak ada tindak
pidana yang terjadi padanya,” harapnya.
Keamanan
UIN perlu diperketat
Menanggapi peristiwa hilangnya Imam, Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan,
Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan kampus yang seharusnya menjadi zona aman kini
berubah menjadi zona yang berpotensi manjadi tindak kejahatan. Oleh karena itu, UIN perlu perketat pengamanan.
“Pengamanan yang dimaksud adalah pengaman dari sisi ideologi dan wawasan
mahasiswa,” ujarnya.
Pada
Forum Purek kemahasiswaan PTAIN se-Indonesia seminggu yang lalu, Sudarnoto
telah ajukan rekomendasi Kemenag agar membuat program nasional untuk
membentengi mahasiswa dari pengaruh ideologi yang menyesatkan.
Selain
itu ia juga mengusulkan kepada rektorat agar radikalisasi ini
diintegrasikan pada program-program asrama dan menjadi salah satu mata kuliah
dasar. “Hal ini perlu dilakukan sebagai media penyadaran wawasan mahasiswa.
Apalagi pada mahasiswa baru yang mudah goyah dengan iming-iming sesuatu,”
jelasnya.
Menurut
sudarnoto, UIN harus menjadi kampus yang bersih dari organisasi extra dan
forum-forum illegal. Dengan cara membatasi siapa saja yang boleh dan tidak
boleh masuk, tegasnya.
Meskipun
pengamanan UIN sudah maksimal namun hal seperti ini mungkin saja terjadi. Oleh
karena itu sudarnoto berharap pemerintah juga ikut campur. “Masalah ini bukan
hanya milik UIN saja tapi, juga menjadi masalah negara. Maka dari itu,
pemerintah harus membantu,” tegasnya. (Nur Azizah)