Siang itu, sekelompok
pemuda-pemudi tengah menari. Beberapa dari mereka menggenggam stick di kedua
tangannya, sembari menari mereka juga menabuh gendang yang dililitkan
diperutnya. Pada bagian tertentu mereka mengeluarkan teriakkan bersama-sama,
sehingga membangkitkan semangat para menari.
Semangat tersebut bukan hanya dirasakan para penari, penonton
sekitarnya tampak hanyut dalam menikmati alunan tari mereka. Para penari
mengajak penonton untuk ikut bergabung bersama-sama, mengikuti gerakan tarian
yang mudah ditiru.
Heti Novela, salah
satu anggota kelompok Taiko Okinawa, menuturkan, tarian tersebut berasal dari
Okinawa sebuah pulau terujung dari Jepang. Taiko berarti gendang dan Okinawa
adalah asal daerah tarian tersebut. Tarian ini mengkombinasikan antara gerak
tari dan suara tabuhan gendang. Jenis Taiko yang digunakan ada tiga macam,
yaitu Odaiko (taiko kecil), Shimedaiko (taiko sedang), dan Paranko (taiko
besar).
Taiko tersebut terbuat
dari kulit kerbau air, yang hanya dapat ditemui di Jepang. “Pernah kita coba
buat, tapi suaranya engga sama dan bentuknya tidak bulat seperti Taiko asli
asal Jepang. Kalaupun bulat, bentuknya sebesar bedug, karena terlalu besar,
tidak memungkinkan untuk dibawa-bawa seperti Taiko asal Jepang,” paparnya lagi,
Minggu (1/7).
Selain itu, gerakan
Taiko Okinawa ini memiliki nilai filosofis yang sangat tinggi. Seperti saat
mengayunkan tangan diatas kepala, dengan memegang stick untuk memukul Taiko,
ini memiliki arti penghormatan terhadap Budha. Sebagian besar tarian ini juga
diadopsi dari gerakan-gerakan karate.
Pada saat tampil,
mereka menggunakan Happi (rompi). Happi adalah rompi asal Jepang, yang telah
dipadukan dengan corak khas Indonesia, yakni batik.
Seorang penonton, Widy Octavian mengatakan tarian yang diiringi
musik Jepang dan teriakkan-teriakkan tersebut, membuat pengunjung Ennichisai
pada Festival Seni dan Kuliner Jepang 2012 di Blok M mendekat ke arah penari,
sehingga suasana di sekitar mini stage lebih ramai dan penonton merasa senang. (Dewi Maryam)