Jakarta, INSTITUT- Penundaaan ratifikasi Rancangan Perundangan Pemerintah (RPP) Anti
Tembakau memberikan angin segar bagi industri rokok di Indonesia. Sebab, selama
ini RPP itu menimbulkan polemik di kalangan mayarakat yang pro dan kontra
terhadap rokok, sehingga Warta Ekonomi mengadakan dialog yang berjudul Polemik
Tembakau, Siapa yang Diuntungkan pada Rabu (21/6).
Dalam dialog tersebut, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Menakertrans), Muhaimin Iskandar menuturkan, sejak bergulirnya RPP Anti Tembakau,
puluhan ribu utusan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur menemuinya untuk menunda
RPP tersebut.
Setelah itu, ia pun menyampaikan aspirasi mereka kepada para
menteri terkait seperti Menteri Kesehatan (Menkes) dan Menteri Koordinator dan Kesejahteraan
Rakyat (Menkokesra) untuk berdialog guna mengkaji RPP tersebut secara mendalam.
Pertemuannya dengan Menkes menghasilkan substansi
titik temu sampai dengan rumusan-rumusan ideal yang bisa diterima semua
kalangan, “Hanya saja perlu waktu untuk sosialisasi,” tambahnya.
Muhaimin juga menuturkan, jika steakholder yang menolak RPP ini
bersedia diajak dialog, ia siap menjembatani. Tak hanya itu, ia juga sudah
mengirimkan surat kepada Menkes dan Menkokesra untuk menyampaikan
aspirasi-aspirasi yang muncul dan berkembang di kalangan steakholder
industri tembakau dan rokok.
“Apabila rokok nasional dimatikan, maka akan berpotensi kerawanan
pemutusan hubungan kerja (PHK). Sekarang pun, industri rokok kecil sudah banyak
yang tutup. Seperti di Kudus dan Jawa Tengah. Kedua tempat ini, korban PHK
sudah mencapai puluhan,” ucap menteri yang bertubuh gempal itu.
Sementara itu, budayawan Mohamad Sobary mengatakan, industri
rokok kretek merasa semakin terjepit dengan adanya kampanye anti tembakau.
Terlebih jika RPP tersebut resmi diratifikasi, “Selama ini petani tembakau
selalu dieksploitasi, tanpa adanya perlindungan dari pemerintah.”
Hal serupa diungkapkan Wisnu Brata, Ketua Asosiasi Petani Tembakau
Indonesia (APTI). Ia mengatakan, tembakau merupakan tumpuan bagi masyarakat
yang menggantungkan hidupnya pada tanaman berdaun lebar ini. Indonesia sendiri
belum mempunyai regulasi tetap yang melindungi para petani tembakau. “Anggaran
untuk petani tembakau nol rupiah, alhasil industri rokok nasional perlahan
dimatikan,” tegasnya.
Senafas dengan
Wisnu, Ismanu Soemiran, aktivis Gabungan Pengusaha Pabrik Indonesia (GAPPRI)
mengatakan, jika RPP ini diratifikasi maka banyak pihak yang akan dirugikan.
Seperti industri rokok nasional, jutaan masyarakat steakholder, terancamnya
kretek sebagai warisan bangsa, dan yang paling mengenaskan hilangnya kedaulatan
bangsa Indonesia.
Di sisi lain, Faisal Yunus dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
mengatakan, asap rokok memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Sebab asap rokok
langsung terhirup ke dalam paru-paru. “Tembakau bukan hanya untuk rokok saja,
tapi juga bisa digunakan untuk bahan parfum,” ucapnya.
Muawwan Daelami