UIN Jakarta, INSTITUT- Pelayanan bus UIN membuat sebagian
mahasiswa kecewa. Salah satunya mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) yang meminjam bus untuk observasi ke Subang
pada 25 Mei lalu.
Udin, mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
(PIPS) yang menjadi humas transportasi observasi tersebut mengatakan, para panitia sudah berupaya melobi harga bus pada sopir agar harganya minim, yang awalnya 3 juta menjadi 1,5 juta untuk
2 bus AC antar jemput. “Di hari keberangkatan terjadi kontroversi, sopir tidak mau berangkat dengan uang segitu,”
tambahnya, Jumat (22/6).
Hal senada juga diungkapkan Syahbani Nanda Putra, anggota humas lainnya. Sebelumnya, ia menanyakan bagaimana prosedur peminjaman bus ke Kepala Sub Bagian
(Kasubag Umum). Di sana, ia mendapat informasi bahwa yang harus jadi tanggung jawab mahasiswa adalah solar, tol, parkir,
makan sopir dan uang lelah. “Saya sudah kasih 1,5 juta sesuai proposal, tapi
supirnya minta tambahan uang, pas berangkat saya ngasih 500 ribu dan
pulangnya ngasih lagi 500 ribu,
jadi totalnya 2,5 juta dan itu pun satu AC dan satu tidak.” jelasnya.
Menurut Syahbani, jadwal keberangkatan yang seharusnya pukul 8 pagi tertunda sampai pukul 1 siang. Karena malam sebelumnya, ia mendapat
informasi dari Kasubag, dua sopir bus (Arman dan Budiono) paginya harus sidang
di rektorat.
Iwan Purwanto, Sekretaris Jurusan PIPS mengingatkan, idealnya
adalah ketika bus dapat memfasilitasi kegiatan mahasiswa dan dalam prosesnya
tidak dikenakan biaya yang cukup tinggi. menurutnya, hal tersebut dapat menjadi
ajang promosi UIN agar tampak semakin memasyarakat dan terjamin keamanannya.
Saat dimintai konfirmasi soal tambahan uang yang diminta sopir, Kasubag
Umum Muhammad Ali Meha mengatakan, Kasubag Umum tidak pernah menentukan tarif.
“Pernah kita atur tarif, misalnya ke puncak sekian. Tapi malah menjadi masalah,
karena ada kalanya kegiatan mahasiswa sampai puncak yang jauh ke dalam dan ada
pula di pinggir jalan puncak. Dari segi bahan bakar sudah beda,” tandas Ali Meha.
Selama ini, perihal tarif diserahkan kepada sopir. “Kami sebagai kasubag selalu menekankan pada sopir bahwa mahasiswa adalah mitra, bukan bisnis. Dengan begitu, tolong sopir tidak memberatkan mahasiswa karena mereka belum
mempunyai pendapatan,” ujar Ali Meha, Rabu (27/6).
Ia pun mengungkapkan, sopir bus UIN sudah berstatus
Pegawai Negeri Sipil (PNS), sehingga secara finansial
terjamin. Ali Meha juga mengiyakan, solar, tarif tol, parkir dan uang lelah
untuk sopir adalah tanggung
jawab mahasiswa. “Kasubag Umum tidak pernah menerima uang atau
semacamnya. kita sudah punya anggaran untuk pemeliharaan bus yang ditanggung negara, misalnya ban
pecah,” jelasnya.
Perihal masalah bus yang digunakan untuk observasi mahasiswa PIPS,
ia mengaku AC bus tersebut memang sedang rusak. Namun, ia tidak mau menambah
armada bus. “Saya tidak mau
tambah bus, karena bus itu sering jadi masalah, padahal kita Kasubag tidak pernah menikmati,”
jelasnya.
“Yang kedua, peminjam perlu melihat jarak (tujuan)
dan menginap atau tidak. Kalau antar jemput malah lebih
mahal, karena kalau supir itu kita tahu jajannya banyak, seperti rokok dan
segala macam. Mereka tidak mau nombok” jelas Ali Meha.
Menyangkut masalah tertundanya keberangkatan observasi mahasiswa
geografi, Ali Meha menceritakan, ia memanggil Arman dan Budiono bukan untuk
sidang namun rapat membahas perilaku sopir yang dinilai tidak sopan.
“Waktu acara di Century, datang tamu-tamu dari
Pakistan dan lainnya. Saat
itu supir agak kencang membanting pintu. Mereka disangka marah atau
semacamnya. Pak Jamhari (Purek IV Bagian
Pengembangan dan Kerjasama) langsung marah-marah ke saya, bagaimana itu sopir? Arman
bilang, itu bukan marah-marah, tapi pintunya susah ditutup,” ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan Budiono yang membawa rombongan tamu
dari Afganistan, “Bukan banting pintu tapi pintu belakang susah ditutup, tanya
aja sama Toni (sopir rektor), susah ditutup kalau tidak dibanting,” jelasnya,
Rabu (4/7).
Terkait permasalahan ketidakkonsistenan harga, Budiono menampik hal tersebut. “Dari awal saya tanya mahasiswa punya dana berapa, ayo kalkulasi
bersama. Untuk ke Subang, (anggaran) solar itu pulang pergi 4x 600 ribu, tol 200
ribu lebih, kopi, makan, udah abis 800 ribu lebih. Itu baru untuk satu mobil,” tandasnya.
Endang salah satu supir bus UIN lainnya
mengatakan, “Mobil bus di luar tidak akan mau segitu. Subang kan jauh, wajar kalau segitu,
apalagi bus AC bensinnya lebih boros.”
Sementara itu, Bagian Keuangan Institut Ilmu Alquran (IIQ) Rita
Asri mengatakan, untuk peminjaman bus IIQ, mereka sudah mempunyai spesifikasi
tarif tersendiri. Untuk dalam kota, mereka menetapkan
tarif 500 ribu per 8 jam, Bogor 1,3 juta dan puncak 1,6
juta. (Anastasia Tovita)