Segerombolan
pengemudi sepeda melintasi jalan melinggkar di bundaran Hotel Indonesia, asik
membelokkan stang sepedanya ke kiri dan kanan bak berlenggak-lenggok di atas aspal.
Sepeda berbentuk unik dan berwarna-warni, mengalihkan pandangan setiap
orang saat melintas.
Itulah mereka, para
pecinta sepeda modifikasi yang tergabung dalam Sweet Iron Lowrider Bike
Club (S.I.L B.C). “Berawal dari sepeda klasik biasa yang kemudian dimodifikasi
menjadi sepeda-sepeda lowrider dengan memadukan gaya klasik dan modern,” ujar
Fazri Muharrom, salah satu anggota S.I.L B.C.
Istilah lowrider sendiri
dipakai untuk jenis mobil ceper, yang berpirinsip memperkecil ground
clearance (jarak antara bagian bawah mobil dengan aspal) sehingga
membuat bentuk mobil menjadi pendek. Pada masa itu, mobil lowrider sangat
digemari oleh anak-anak muda dari kalangan atas karena harganya yang mahal.
Pada tahun 1960an,
anak muda dari kalangan menengah ke bawah yang tidak sanggup memilikinya,
mencoba memodifikasi sepeda seperti mobil ceper dengan prinsip yang sama.
Badan sepeda dibuat menjadi rendah seperti prinsip mobil lowrider.
Modifikasi
sepeda lowrider pun semakin berkembang dengan jari-jari ban
yang dibuat rapat, springer yang bengkok seperti huruf L,
stang yang tinggi (ape hanger) dan jok pisang (banana seat).
Sepeda
lowrider memiliki berbagai macam jenis di antaranya Cruiser Clasic 20",
cruiser, limo, Chopper, basman, dan trike, setiap jenisnya memiliki keunikan
masing-masing. “Misalnya Jenis limo meniru bentuk mobil limosin yang panjang
dan rendah,” jelas Dwi Situmorang, salah santu anggota S.I.L.B.C.
Dwi
juga mengatakan, setiap anggota memodifikasi sendiri bentuk dan melukis badan
sepedanya dengan teknik airbrush agar lebih menarik dan sesuai keinginan.
Sehingga sepeda yang dimiliki berbeda-beda jenisnya, dan tidak akan ada yang
menyamai sepeda mereka.
S.I.L.B.C
juga memiliki bengkel untuk memodifikasi sepeda anggotanya, terletak di
beberapa daearah seperti Rempoa dan Jagakarsa, tambah Dwi
Fazri
Muharrom juga menambahkan, para pengemudi lowrider ini biasa berkumpul dan
gowes bareng saat Car Free Day (CFD) di senayan dan bundaran HI. Setiap
minggunya sekitar 40 orang anggota komunitas ini bertemu dan memamerkan
sepedanya.
Anggota
komunitas Lowrider, Vauzan Hermansyah, memaparkan pengalamannya saat baru
menggunakan sepeda Lowrider memang agak susah, namun jika sudah terbiasa
mengendarianya sama dengan sepeda umumnya. Bagi Vauzan sepeda custom dapat
menambah daya kekreatifitasan. “Buat gue Lowrider itu seni!,” ungkapnya dengan
penuh keyakinan.
Bagi Afriansyah Bani,
yang lebih akrab dipanggil Bony, pecinta sepeda lowrider. “Sepeda lowrider
sangat menarik karana kelasik dan unik,” tuturnya. Ia juga mengatakan, setiap
goweser yang pakai lowrider punya suatu kebangaan tersendiri yang sulit
diungkapkan. (Nida Ilyas)