Keberadaan kaum
homoseksual, baik lesbi ataupun gay masih belum dapat diterima di
tengah-tengah masyarakat, karena masyarakat masih menganggap gay dan lesbi
merupakan suatu penyakit yang harus disembuhkan, sehingga banyak kaum homoseks
yang menutup diri di tengah masyarakat.
Namun, dewasa
ini aktivitas kaum lesbi dan gay kian eksis dan teraba. Mereka sudah
tidak malu-malu lagi untuk menunjukan identitas diri sebagai “penganut”
homoseksual. Tidak hanya itu, komunitas gay dan lesbi pun kian marak di
Indonesia. Mereka hadir dari berbagai media sosial seperti Facebook, Twitter,
atau Web yang sengaja mereka buat untuk mewadahi para homoseks. Selain itu para
homoseks juga menunjukan keberadaannya melalui perkumpulan yang rutin digelar
di suatu tempat, misalnya Kota Tua.
Salah satu kaum
homoseks, Luthfi Sandi Septian yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Homo
(Himaho) se-Bandung, ia mengaku eksistensi kaum gay saat ini sudah banyak dan
mendominasi, namun banyak orang yang belum tahu akan hal itu.“Hampir di seluruh
daerah ada komunitas homo atau lesbi dengan jumlah yang tidak sedikit,”
tambahnya.
Senada dengan
Luthfi, Tias Sasmita yang tergabung dalam Komunitas Lesbi (Koleb) berpendapat,
jumlah lesbi di Kota Tua sendiri semakin bertambah. Menurutnya, salah satu
faktor meningkatnya keberadaan homoseks karena mereka sudah tidak nyaman untuk
menutup-nutupinya. “Kita sudah nggak malu untuk mengakui diri sebagai homoseks,
yang penting kita senang dan tidak merugikan siapa-siapa,” jelasnya ketika
ditemui di kawasan Kota Tua, Jakarta, Sabtu (23/6).
Menanggapi
keberadaan homoseks yang kian menjamur, Abdul Mujib, Guru Besar Fakultas
Psikologi UIN Jakarta menjelaskan, eksistensi seseorang atau kelompak
diakibatkan kerena adanya keinginan untuk diakuai di mana mereka tinggal.
Selain itu mereka juga ingin menunjukan bahwa mereka ada dalam lingkungan
masyarakat.
Ia
menganalogikan fenomena tersebut dengan acara yang disajikan stasiun televisi,
dimana seorang pria yang berpenampilan seperti wanita dan sebaliknya, justru
diapresiasi oleh penonton. Artinya perilaku-perilaku penyimpangan seks sekunder
(dalam berpakaian dan tingah laku) mulai diterima di masyarakat.
Ketika penyimpangan
seks sekunder sudah tidak segan-segan ditampilkan di televisi. Maka
jangan salahkan jika akhirnya penyimpangan seks primer (homoseks) berani untuk
menunjukan eksistensinya.
Selain itu,
masyarakat sudah mulai menyambuat keberadaan homoseksual dengan menyediaan
fasilitas yang mendorong eksistensi mereka. Misalnya acara khusus homoseks yang
sengaja digelar oleh beberapa hotel berbintang. Dari sinilah, mereka merasa
bahwa masyarakat sudah menerima dan pada akhirnya mereka mulai berani memblow
up diri mereka ke masyarakat.
Walaupun
demikian, “Seharusnya para kaum homoseksual kembali pada kodratnya
masing-masing, karena Allah telah memasang-masangkan semua makhluknya dan bagi
siapa yang menyimpang dari kodrat Allah, maka Dia akan memberi azab pada mereka,”
tegas Mujib, Senin (25/6).
Nur Azizah