Jakarta, INSTITUT-
Di panggung yang megah, nampak dua orang perempuan dan satu orang laki-laki
bergerak lincah ke sana kemari mengikuti alunan irama musik. Membawa beberapa
pakaian dalam tariannya, menampilkan jenis tarian kontemporer.
Itulah gambaran konsep salah satu
pertunjukan seni tari dari Indonesian Dance Festival (IDF) yang berjudul Baju
Kini. Baju Kini mengisahkan baju-baju yang menemani tubuh, seperti halnya
manusia yang memerlukan seseorang yang mau menemani dan mau merawatnya dengan
kasih sayang.
Salah satu tokoh penarinya ketika di
atas panggung mengatakan, baju bisa membuat orang merasa nyaman dan percaya
diri. Baju dikenakan sebagai media untuk mengungkapkan perasaan tertentu.
Orang banyak melihat orang lain
mengenakan baju yang berwarna warni, mereka beranggapan orang itu dalam keadaan
senang dan ceria. Padahal, dalam kenyataannya kita semua sama seperti baju.
Kehidupan itu kadang kotor, bau apek, dan lain sebagainya.
Selain itu ada beberapa penampilan
lainnya seperti Kiss, diperankan oleh Anter Asmorotedjo. Kiss merupakan sebuah
ungkapan kasih sayang seorang ibu pada anaknya, sebagai seorang berada jauh
dari tanah kelahirannya.
Lalu Beat, dimainkan oleh Danang
Pamungkas. Beat, sebuah proses pencarian antara tubuh dan musik, pemahaman
esensi dari setiap gerakan, body release, serta body kontak dengan partner.
Lalu yang terakhir Sailors yang
dikoreografikan Zan Yamashita (Jepang). Sailors dipentaskan di rakit besar di
panggung, yang dapat mengguncang dan berbalik di bawah beban dan penari di
atasnya. Suatu tantangan untuk menciptakan tarian dalam suatu suasana yang
tidak stabil, berdasarkan kemustahilan untuk memproduksi dan mengulangnya.
“Kami mengadakan acara ini terutama
untuk anak-anak muda, karena itu, acara ini selalu ada karya-karya anak
mudanya,” papar Maria Darmaningsih selaku penyelenggara IDF, Sabtu (2/6).
Ia mengatakan, ini merupakan
festival kontemporer, garapannya bisa berdasarkan tradisi dan bisa berdasarkan
apapun. Dari setiap pertunjukan, biasanya ada pesan yang ingin disampaikan dari
karya tersebut.
Ia menambahkan, IDF berdiri
pada 1992. Ajang ini merupakan salah satu wadah yang telah melembaga dan secara
konsisten berupaya menjaga dinamika seni tari.
Nizar Utomo, salah satu penonton
mengatakan, acara IDF ini merupakan sebuah terobosan baru dalam dunia seni
tari, karena jenis tarian yang ditampilkan di sini merupakan tarian kontemporer
yang sedikit banyak mengandung unsur teatrikal dan sarat dengan pesan moral.
“Jadi seolah-olah tuh kita nggak
hanya terkesan nonton tarian doang, tapi juga belajar memahami pesan yang
disampaikan masing-masing koreografer,” tegasnya, Sabtu (2/6).
Selain itu, ia juga mengatakan,
acara IDF ini juga melibatkan banyak kontestan dari luar negeri, salah satunya
adalah dari Jepang. “Otomatis secara tidak langsung kita juga dapat menambah
wawasan mengenai budaya yang mereka coba sampaikan,” kata Nizar mengakhiri perbincangan.
(Nurmalisa)