UIN Jakarta, INSTITUT- Bung Karno (BK) dan Pangeran
Diponegoro (DN) semasa kecilnya sudah diramal menjadi seorang pemimpin. Di
waktukecilnya pula mereka mengasah diri untuk menggapai ramalan itu. Hal
tersebut dijelaskan Asvi Warman seusai peluncuran dan diskusi bedah buku, di
Museum Kebangkitan Nasional, Selasa (29/5).
Peluncuran dan diskusi bedah buku Asvi yang berjudul Bung Karno
dan Kemeja Arrow dan Bung Karno dibunuh tiga kali, dihadiri oleh
Sejarawan,Peter Carey dan dimoderatori oleh Kasijanto Sastrodinomo.
Asvi menjelaskan diskusi ini lebih banyak
menyamakan BK dan DN, walaupun tidak ada kaitannya dengan peluncuran bukunya.
“Karena melihatkondisi kekinian dan dikaitkan dengan buku Peter Carey
yang berjudulKuasa Ramalan,” paparnya, Selasa (29/5).
Di sela-sela wawancaranya, Asvi membandingkan kondisi saat
ini dengan kepemimpinan BK dan DN. “Seperti Nazaruddin saja menjadi seorang
bendahara partai besar. Jejak karirnya saja tidak ada. Itu menjadi contoh,
partai besar bisa gagal karena tidak melakukan kaderisasi dengan baik tanpa
persiapan,” tambahnya.
Asvi menuturkan, di akhir hayatnya BK dan DN mati dalam kondisi
yang tragis. Sang Pemimpin Jawa, Pangeran Diponegoro, meninggal di rumah
tahanan yang sangat pengap di Makassar. “Lebih tragis lagi kematian Bung Karno,
ia meninggal dalam keadaan tidak terawat di Wisma Yaso (Jakarta),” jelasnya.
Persamaan lain antara BK dan DN dipicu karena masih ada ikatan
persaudaraan. “Tapi lagi-lagi masih harus diperiksa karena narasumbernya cuma
satu orang,” tukas Asvi sembari tersenyum.
Diskusi yang berlangsung selama dua jam itu, Peter selaku
pembicara kedua memaparkan, persamaan lain antara BK dan DN. Keduanya sosok
yang berpengaruh waktu muda. “Mereka sangat ahli berpidato,” jelasnya.
Mengenai Peluncuran Buku Bung Karno dan Kemeja
Arrow yang telah terbit Februari silam, Asvi sengaja meluncurkannya pada Mei.
Itu disebabkan untuk memperingati hari BK. “Karena harinya pas,” paparnya
mengakhiri pembicaraan. (Nurlaela)