Judul : The Brain Charger
Penulis : Muhammad Pizaro
Novelan Tauhidi
Penerbit : Salsabila
Tebal Buku : 304 halaman
Terbit : Februari, 2012
ISBN : 978-602-98543-9-8
Telah ditemukan potongan tubuh manusia dengan kepala
terpisah yang sudah dicukur botak, tergeletak di salah satu meja
pedagang ikan di Pasar Ciputat. Belakangan diketahui ternyata ia adalah Intan
Keumala Dewi mahasiswa Universitas Islam Bangsa (UIB) Fakultas Psikologi yang
tengah mengerjakan skripsi untuk kasus skizofrenia. Pembunuh tidak begitu saja
meninggalkan potongan mayat, saat mayat diperiksa ditemukan berbagai kode
misterius pada potongan-potongan tubuhnya.
Saat polisi sedang melakukan identifikasi terhadap mayat korban,
datang seorang wanita cantik yang berusaha mengambil gambar dengan menembus
garis polisi, tetapi masih berusaha menyembunyikan diri. Tidak bisa ditutupi ia
adalah Annisatu Lexa Meteorika, atau Ana, satu-satunya mahasiswi ITB yang
keluar dari kampus dan memilih untuk pindah ke UIB hanya karena penasaran apa
betul Tuhan itu ada, kemudian ia menjadi mahasiswa berprestasi dan ia juga
asisten dosen pada mata kuliah Psikologi di Fakultas Dakwah.
Peran Ana sebagai asisten dosen tidak sepenuhnya berjalan
lancar, ia mendapatkan kesempatan untuk menggantikan Dr. Raymond di Fakultas
Dakwah, di pertengahan perkuliahan ia menemukan sosok yang menurutnya sangat
kolot, yaitu Rizki seorang hafizh Alquran yang sangat mengidolakan Sayyid
Qutub. Ana berkesimpulan bahwa Tuhan tidak ada. Bagi Ana, Tuhan hanyalah
kata menyebalkan, dan agama adalah ilusi. Dogma tersebut ia terima dari Sigmund
Freud, seorang psikiater Australia, menurut Freud, Tuhan sengaja dihadirkan
untuk meredakan kecemasan seperti dengan jalan beribadah dan berdoa.
Ana terlihat sebagai orang yang hampir sempurna, cerdas dan
cantik, dibalik pandangan orang tentang dirinya, ia ternyata menyembunyikan
rahasia penyakit neurosis yang membuatnya mampu menjelma dalam barisan-barisan
jiwa yang tidak dapat terkubur dalam dirinya Ana, Rosa, Keira dan siapapun.
Selain memiliki kepribadian ganda, Ana juga sering mengalami depresi berat bila
penyakitnya kambuh, ia sering melukai dirinya sendiri dengan kegiatan
berulang-ulang dan yang paling terlihat dari dirinya ia tidak bergaul bersama
teman-temannya. Prilaku tersebut membuat ia sering juga mendapatkan ejekan dari
teman-temannya yang akhirnya tahu tentang penyakitnya.
Korban-korban pembunuh misterius tersebut terus bertambah,
bahkan korbannya selalu mahasiswa terbaik dari tahun-ketahun dan sudah terncana
dengan apik oleh si pembunuh, setelah seorang mahasiswi bernama Arisiska Lenila
Wahid yang sangat ingin mengetahui tentang kasus tersebut.
Arisiska sering
memperhatikan Ana, ia khawatir bahwa Ana akan menjadi korban selanjutnya. Suatu
ketika Arsiska mengikuti Ana sampai ke perpustakaan pribadinya dekat Masjid
Fatullah, Arsiska sebenarnya ingin mengingatkan Ana sebagai mahasiswa
berprestasi ia harus hati-hati akan pembunuh misterius tersebut.
Arisiska melihat Ana dari luar perpustakaan, ternyata gangguan
kepribadiannya hadir, Ana sedang berusaha menyakiti dirinya sendiri dengan
berkali-kali menusukan pensil dan setruman listrik komputer di tangannya.
Gangguan tersebut hadir karena ia baru saja berdebat dengan Rizki mengenai
hakekat keberadaan Tuhan, Rizki dengan bertubi-tubi membantah pernyataan Ana,
ia mengatakan bahwa psikolog yang mengatakan Tuhan itu tidak ada adalah salah,
seperti Nietzszche yang mati dalam keadaan sakit jiwa dan Freud mati akibat
neurosis. Padahal bagi mereka melupakan Tuhan merupakan cara yang terbaik dalam
membangun cinta, tetapi mereka malah tetap tidak mengalami kebahagian didalam
hidupnya, bahkan hingga akhir hidupnya tragis.
Melihat hal yang aneh dalam diri Ana, Arisiska memilih untuk
menghubungi teman ayahnya seorang dokter rumah sakit jiwa di Grogol. Arisiska
membuat janji dan akhirnya mereka bertemu, sayang dokter tersebut ada agenda
mendadak dan Arisiska untuk mengobrol dengan temannya seorang dokter juga. Saat
ia menceritakan tentang Ana, di tengah perbincangan sang dokter berlalu sejenak
untuk menemui pasien. Tak sengaja Arisiska melihat sekilas dokumen lengkap
dengan foto, setelah dilihatnya lagi ternyata adalah dokumen Ana yang juga
merupakan pasien dokter jiwa tersebut.
Arisiska dengan hati-hati mengatakan kepada dokter, bahwa yang
ia ceritakan itu adalah Ana yang berada dalam dokumen tersebut. Setelah lama
berbincang, diketahui bahwa Ana memiliki penyakit jiwa yang sangat parah,
bahkan Ana pernah menikam perawat dengan pisau. Keduanya berkesimpulan bahwa
Ana adalah pembunuh misterius berdasarkan rentetan masa lalu Ana.
Bukan hanya mereka, polisi pun juga sudah mencurigai Ana.
Setelah polisi menggeledah perpustakaan pribadi milik Ana, ditemukan tulang
belulang mayat-mayat korban yang telah dibunuhnya, Ana yang tengah menyaksikan
penggeledahan hal tersebut memilih mengakhiri hidup dengan menembakkan
peluru ke arah kakinya. Polisi siap untuk menangkapnya, begitu juga dengan
psikiater dan assessment kejiwaan yang siap menanganinya, tapi Rizki
menolaknya, karena yang dibutuhkan Ana adalah Tuhan.
Novel ini membahas permasalahan Ana melalui pendekatan ilmu
psikologi. Didalamnya terkandung pembahasan tentang teori psikoanalisis Freud,
teori Nietzszche, begitu juga gangguan psikologi seperti neurosis dan
skizofrenia. Semua dijelaskan dalam alur cerita yang tidak membosankan,
sehingga dapat menambah pengetahuan pembaca tanpa harus membaca buku-buku tebal
mengenai ilmu tersebut.
Dalam novel ini kisah hidup Ana diceritakan dengan mengalir,
pemahamannya tentang ilmu kejiwaan, serta teori-teori dari ilmuwan hebat
psikologi, tetapi tanpa menyakini keberadaan Tuhan ia merasakan kekosongan pada
dirinya. Hingga di akhir perjalanan hidup ia menemukan kembali Tuhan yang
hilang.
Novel dengan tebal 304 halaman ini sangat menarik, pembaca dapat
memahami bahasa yang digunakan dengan mudah. Alur cerita maju-mundur tetap
mudah dipahami karena penulis mampu membawa suasana, sehingga di pertengahan
cerita ketika belum ditemukannya pembunuh yang sebenarnya pembaca dibuat
ketakutan dan merasakan suasana yang mencekam akan kehadiran pembunuh misterius
tersebut. (Dewi Maryam)