Langit biru cerah dengan matahari
yang bersinar terang menghiasi pagi itu, Minggu (3/6). Keriuhan lalu lalang
kendaraan mulai nampak pada waktu vertikal ke angka sembilan. Tepat di sebelah bantaran
Sungai Cisadane berdiri tegak saung dari anyamanbambu yang didepannya
bertuliskan Komunitas Anak Langit. Suasana sangat sejuk dengan banyaknya
pohon-pohon rindang.
Dengan ramah, seorang pemuda
menyambut INSTITUT, lalu mengantarnya menuju sebuah gazebo yang berada tepat di
depan Sungai Cisadane. Priabernama Mukmin Kusnendar atau biasa disapa Bang John
terlihat sedang bercanda dengan anak-anak. Ia adalah pengasuh Komunitas Anak
Langit, Tanah Gocap Tangerang.
Komunitas yang berdiri sejak 2004
silam iniberada persis di sebelah bantaran Sungai Cisadane. “Ini lembaga
nonprofit yang bergerak di kegiatan sosial seperti memberikan pendidikan pada
anak-anak jalanan,” ujar Mukmin.
Mukmin mengungkapkan, Komunitas Anak Langit
(Klangit) ini berawal dari kondisi masyarakat Indonesia yang kesulitan
mengakses pendidikan akibat mahalnya biaya yang harus ditanggung. Kaki
langit hadir sebagai bentuk tindakan nyata untuk memberikan bantuan di bidang
pendidikan, khusunya pada anak-anak jalanan.
Nuansa kekeluargaan sangat kental
dirasa INSTITUT
ketika berkunjung kesana. Eli, salah satu anak Klangit bertanya, “Udah berapa
menit disini, Kak?” Lalu ia pun menjelaskan bagi pengunjung, pada 3 menit
pertama adalah tamu, 3 menit kedua menjadi saudara, dan 3 menit ketiga jadi
keluarga.
Eli pun dengan semangat
mengungkapkan motto anak-anak Klangit adalah “Mandiri, Cerdas, Kreatif, dan
Berbudi Luhur’. Motto tersebut dibuktikan ketika Festival Cisadane 2011 lalu,
anak Klangit ikut berpartisipasi dengan membuka stand dan memamerkan hasil
kesenian mereka berupa lukisan, kaos, pajangan robot, buaya yang semuanya
terbuat dari barang bekas.
Di Festival Cisadane juga terlihat,
anak Klangit ini mempunyai potensi kesenian yang kreatif dengan memamerkan alat
musik perkusi yang terbuat dari barang bekas, seperti drum bekas, galon bekas,
dan lainnya. Teater anak Klangit juga pernah menjuarai festival film indie.
“Disini bukan hanya pendidikan akademis, tapi kami juga memberikan pengembangan
keterampilan, seperti daur ulang sampah, musik, teater, berkebun, beternak,
pendalaman agama juga ada,” ujar Mukmin.
Meski berada di Bantaran Sungai Cisadane yang
rawan digusur oleh pemerintah daerah, tapi menurut Mukmin Klangit tidak akan
digusur karena sudah mempunyai akte notaris pada 2006 lalu dan mendapat ijin
dari pemerintah daerah. Pemerintah daerah juga menyambut
baik adanya Klangit ini, dan sangat apresiasi saat Klangit mengadakan workshop
daur ulang sampah yang bertema ‘Kado untuk Bumi’ yang dihadiri Kepala Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang Maryoris Namaga, April lalu.
Mukmin Kusnendar menjelaskan,
Klangit juga mempunyai perpustakaan, laboratorium komputer dan mushola untuk
mendukung kegiatan belajar mengajar. Keterbatasan bukan menjadi penghalang
untuk meraih mimpi, mereka mempunyai motto ‘belajar bersama dan sama-sama
belajar serta berdoa’untuk tetap berkumpul dan belajar bersama. (Anastasia
Tovita)